Fisika UIN Makassar

Kamis, 10 Februari 2011

Lapisan Es Greenland Terancam Hilang

Lapisan Es Greenland Terancam Hilang











Lapisan es di Greenland bakal hilang dalam waktu 1.000 tahun mendatang bila pemanasan global terus berlanjut dalam laju seperti sekarang ini. Dalam laporannya di majalah Nature, ilmuwan Jonathan Gregory dari Universitas Reading, meramalkan kenaikan suhu hingga 8 derajat pada tahun 2350 sebagai penyebabnya.
Para peneliti yakin, bila es-es di Greenland itu mencair, maka ketinggian permukaan air laut di seluruh dunia akan naik sekitar tujuh meter.
Disebutkan, lapisan es Greenland --yang merupakan lapisan terbesar kedua setelah lapisan es Kutub Selatan itu-- tidak akan bertahan, kecuali kita berhasil mengurangi efek rumah kaca akibat emisi gas karbon dioksida. Adapun gas karbon dioksida yang menutupi atmosfer Bumi telah menyebabkan panas tidak bisa keluar, dan akibatnya suhu pun naik.
Padahal saat ini, suhu rata-rata di Greenland hanya butuh sekitar 3 derajat saja untuk membuat lapisan esnya mencair. Sementara yang akan kita hadapi tahun 2350 mendatang adalah kenaikan 8 derajat!
Nah, apabila lapisan es hilang dari Greenland, maka daratan itu akan menjadi lebih panas karena ia berada di tempat rendah, dan lebih banyak menyerap sinar Matahari, bukan memantulkannya seperti ketika ada es.
"Tidak seperti es lain di Lautan Kutub Utara yang mencair dan membeku kembali tiap tahun, lapisan es Greenland mungkin tidak bisa kembali lagi walaupun suhu global diturunkan hingga seperti jaman pra industri," kata Dr Gregory.
Sebelum terjadinya era industrialisasi, atmosfer Bumi mengandung 280 ppm (parts per million) karbon dioksida. Kini jumlah itu meningkat hingga 370 ppm. Penelitian menunjukkan kenaikan itu akan terjadi hingga 450, 550, 650, 750 dan 1.000 ppm.
Satu-satunya kesepakatan internasional untuk mengurangi gas rumah kaca adalah Kyoto Protocol, yang menetapkan negara-negara industri agar mengurangi emisi global dalam jangka waktu tahun 2008-2012.
Namun kesepakatan itu menghadapi tantangan besar. Ia masih membutuhkan ratifikasi dari Rusia, dan dalam beberapa hal, beberapa kesepakatannya tidak diindahkan oleh Amerika Serikat, produsen karbon dioksida terbesar dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar